Highlights Parade Film Malang 2017 – Jalan Dakwah Pesantren
Parade film malang 2017 bekerja sama dengan Warung Srawung mengadakan pemutaran film karya Yuda Kurniawan yang pada siang harinya sudah keliling diputar di Universitas – Universitas dan pesantren – pesantren di Malang. Film “Jalan Dakwah Pesantren” karya Yuda Kurniawan menceritakan sejarah dan seluk beluk pesantren secara sosial dan ideologis, bagaimana Pesantren bisa berdakwah secara holistik dan damai dibandingkan dengan stereotip Islam yang keras yang marak di media sekarang.
Dari film ini juga diketahui bahwa santri adalah singkatan dari sastri dan cantrik shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Lalu kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi, seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Dengan Moderator Wilda Sanavero, sang moderator yang juga pernah menempuh pendidikan pesantren selama 4 tahun, ia juga berbagi suka duka di pesantren dan gambaran pesantren di film tersebut.
Yuda Kurniawan menceritakan bahwa pada awalnya film ini disyuting dengan budget independen lalu ternyata ada pihak – pihak yang mensupport termasuk Kementrian Agama Republik indonesia. Karena budget terbatas itu juga maka pesantren yang diulas hanya mencakup di Jawa dan Sumatra , serta karena faktor kedekatan dengan lingkungan rumah Yuda Kurniawan di madiun yang dekat pesantren.
Yuda Kurniawan beralasan bahwa ia mengambil tema Jalan Dakwah Pesantren karena ternyata di Indonesia satu – satunya jalan dakwah yang damai dan tanpa pertumpahan darah ternyata lewat pesantren. Ia juga ingin menunjukkan ke dunia bahwa ada Islam yang damai dan rahmatan lil alaamiin di Indonesia yang menyebarkan dengan cara pendidikan dan merakyat.
Yuda Kurniawan juga salut dengan para santri yang mampu mengikuti rutinitas yang berulang itu setiap hari sampai masa studi berakhir, beliau sendiri mengaku tidak mampu mengikutinya sebaik mereka. Pesantren juga dianggap pola pendidikan terbaik karena pengawasan oleh para Kyai dan ustadz/ustadzah berlangsung selama 24 jam. Pesantren juga mengedepankan cinta tanah air dengan mengutamakan nama daerah sebagai nama yang paling dikenal daripada nama asli dari pesantren tersebut.
Terakhir muncul pertanyaan dari audience, mengapa mengambil pesantren yang secara umum dekat dengan NU, mengapa pesantren atau lembaga pendidikan agama islam dari lembaga lain tidak diangkat. Beliau memaparkan bahwa karena faktor kedekatann dan familiaritas sehingga materi dikuasai dengan baik. Beliau juga memaparkan bahwa subjektifitas sudut pandang itu penting sebagai seniman, bahwa untuk membuat karya maka harus subjektif. Subjektifitas ini penting sebagai identitas dan argumen yang hendak diangkat dalam sebuah karya.
Dipublikasikan di Srawung Media, di sini
0 komentar